Kelompok 6
Teori Kutub Pembangunan yang Terlokalisasi (Boudeville)
Boudeville (1961) telah menampilkan teori kutub pembangunan yang terlokalisasikan (localized poles of development). Mengikuti pendapat Perroux, ia mengidentifikasikan kutub pertumbuhan wilayah sebagai seperangkat industri-industri sedang berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong pertumbuhan lebih lanjut perkembangan ekonomi melalui wilayah pengaruhnya (H. W. Richardon, 1972, 85). Ia mengemukaan aspek kutub fungsional, tetapi dalam bukunya The Problem of Regional Economic Planning, ia memberikan pula perhatian pada aspek geografis. Teori Boudeville dapat dianggap sebagai pelengkap terhadap teori-teori tempat sentral, yang diketengahkan oleh Crhristaller (1933) dan kemudian diperluas oleh Losch (1940), atau dapat dikatakan bahwa teori Boudeville telah menjembatani terhadap teori-teori spasial yang terdahulu, yang menekuni persoalan-persoalan organisasi kegiatan-kegiatan manusia pada tata ruang. Dalam hubungan ini perlu dijelaskan mengenai aspek-aspek geografis dan regional serta hubungan komplementer antara teori Boudeville dengan teori-teori tempat sentral dan teori kutub pertumbuhan.
Teori Boudeville berusaha menjelaskan mengenai impak pembangunan dari adanya kutub-kutub pembangunan yang terlokalisasikan pada tata ruang geografis, sedangkan teori lokasi berusaha untuk menerangkan dimana kutub-kutub pembangunan fungsional berada atau dimana kutub-kutub tersebut dilokalisasikan pada tata ruang geografis pada waktu yang akan datang. Jadi untuk menjelaskan persoalan-persoalan kutub pembangunan harus ditunjang oleh teori-teori lokasi. Teori tempat sentral dapat dianggap sebagai teori global yang menjelaskan mengenai ketergantungan di antara kegiatan-kegiatan jasa sebagai akibat dari adanya pembagian kerja secara spatial.
Teori tempat sentral dan khususnya mengenai saling ketergantungan fungsional yang diformulasikan oleh Christaller tanpa memperhitungkan adanya hambatan-hambatan geografis-spasial, adalah merupakan titik permulaan untuk menganalisis lebih lanjut mengenai impak pembangunan pada suatu pusat tertentu atau pada pusat-pusat lainnya dan mengenai perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pusat-pusat serta pengendalian pertumbuhan kota. Ditinjau dari segi lain terdapat kekurangan-kekurangan yaitu tempat sentral tidak menjelaskan gejala-gejala pembangunan. Teori tempat sentral dikategorisasikan sebagai teori statis, yang hanya menjelaskan adanya pola pusat-pusat tertentu dan tidak membahas adanya perubahan-perubahan pola tertentu. Teori Boudeville merupakan teori kutub pertumbuhan yang telah dimodifikasikan dan dapat digunakan untuk menganalisis gejala-gejala dinamis tersebut.
Untuk memahami komplementaris hubungan-hubungan antara teori tempat sentral dan teori Boudeville dijumpai beberapa kesulitan. Teori tempat sentral (Christaller dan Losch) bersifat deduktif dan merupakan teori keseimbangan statis yang berkenaan dengan prinsip-prinsip pada tingkat perusahaan dan hubungan-hubungan antar perusahaan. Sedangkan teori Boudeville adalah berdasarkan teori pembangunan dinamis yang menggunakan cara induktif dan berkenan dengan tingkat industri-industri dan besaran makro. Teori tempat sentral hanya menjelaskan mengenai pengelompokan pada tata ruang geografis, di lain pihak teori Boudeville berusaha menjelaskan secara simultan mengenai tata ruang fungsional (secara abstrak) dan tata ruang geografis (secara rill), yaitu menjelaskan perubahan-perubahan pada tata ruang fungsional ke dalam tata ruang geografis. Sedangkan teori kutub pertumbuhan Perroux merupakan alat yang ampuh untuk menjelaskan pembangunan industri dan perubahan-perubahan pada tata ruang industri dan tata ruang yang terorganisasikan, akan tetapi teori ini kurang ampuh bila diterapkan untuk pembahasan mengenai pengelompokan pada tata ruang geografis, teori ini lebih berkenan dengan pembahasan mengenai perubahan-perubahan struktural dari pada menganalisis aspek-aspek pembangunan.
Pengelompokan pada tata ruang geografis telah diperlihatkan dalam model tempat sentral. Selanjutnya oleh Boudeville pengelompokan ini diterapkan pada pembangunan dalam arti fungsional, sedangkan difusi (penghamburan) pembangunan pada tata ruang geografis diterapkan pada pembangunan dalam tata ruang melalui tipe transformasi.
Untuk menjelaskan difusi dorongan-dorongan pembangunan diantara kutub-kutub yang terjadi dalam kerangkan dasar dinamis diperlakukan pendekatan teoretik baru. Dalam hubungan ini hipotesis Hirscham (dampak tetesan ke bawah dan dampak polarisasi atau trickling down effect and polarization effect) dan Myrdal (dampak penyabaran dan dampak pengurasan atau spread effect and backwash effect). C. Myrdal (1976, 56-65) tentang peristiwa-peristiwa geografis dan penyebaran pertumbuhan ekonomi memberikan sumbangan yang bermanfaat, karena keduanya berusaha menggabungkan sejauh mungkin pengaruh penyebaran pertumbuhan dilihat dari aspek ekonomi. Teori Hirschamn dan teori Myrdal menelusuri pula dimensi geografis walaupun hanya secara tidak langsung.
Teori Boudeville merupakan alat yang ampuh untuk menjelaskan tidak hanya mengenai pengelompokan geografis semata-mata, akan tetapi juga mengenai peristiwa-peristiwa geografis dan transmisi pembangunan di antara pengelompokan-pengelompokan yang bersangkutan.
Dalam aplikasi teori dan konsep kutub pertumbuhan dalam konteks geografis dan regional, nampaknya pendapat Boudenville dan konsep Perroux tidak searah. Perroux menganggap tata ruang secara abstrak, yang menekankan karakteristik-karakteristik regional tata ruang ekonomi. Menurut Boudeville menekankan pada tata ruang ekonomi tidak dapat dipisahkan dari tata ruang geografis, dalam mengembangkan pemikirannya lebih lanjut Boudeville menekankan pada tata ruang polarisasi. Tata ruang polarisasi dikaji dalam pengertian ketergantungan antara berbagai elemen yang terdapat di dalamnya. Konsep ini erat berkaitan dengan pengertian hirarki, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai landasan untuk studi pusat-pusat kota dan saling ketergantungannya.
Implikasi penting dari hubungan teori antara teori Boudeville dan teori tempat sentral dalam konteks perencanaan dan pengawasan pembangunan yang dihadapi oleh banyak negara dapat dikemukaan dua persoalaan yang relevan, yaitu:
(1)Bagaimana merintis proses pembangunan wilayah-wilayah yang terbelakan secara terus menerus, dan
(2)Bagaimana mengarahkan proses urbanisasi sedemikian rupa dapat diciptakan distribusi pusat-pusat kota secara geografis yang mampu mendorong pembangunan selanjutnya (A. Kuklinski (ed), 1968, 39-40)
Persoalan pertama merupakan salah satu usaha mengarahkan pengaruh-pengaruh pembangunan dari instalasi-instalasi yang didirikan pada unit-unit di wilayah terbelakang tersebut ke tempat-tempat tertentu disekitarnya. Unit-unit inti yang dimaksud merupakan merupakan mata rantai dalam tata ruang fungsional dan tata ruang geografis, yang menunjang masuknya inovasi dari luar dan perubahan-perubahan pembangunan melalui (dampak berantai ke belakang dan dampak berantai ke depan atau backward linkage and forward linkage sehingga difusi internal dapat dipercepat.
Persoalan kedua pada dasarnya merupakan usaha pemilihan lokasi yang tepat atau cocok untuk pendirian perusahaan-perusahaan industri dan jasa. Lokasi-lokasi tersebut merupakan bagian-bagian dari kutub-kutub pembangunan. Pengaruh-pengaruhnya didistribusikan pada sistem pusat-pusat dalam tata ruang geografis. Peristiwa-peristiwa geografis semacam ini memberikan sumbangan pada usaha-usaha untuk memperbaiki susunan geografis secara efisien.
No comments:
Post a Comment