Laman

30 December 2015

AUGUST LOSCH (Keseimbangan Spasial)

1. Perkembangan Ruang di Kota Bandung
     

Sejarah

       Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang lalu membentuk telaga. Legenda yang diceritakan oleh orang-orang tua di Bandung mengatakan bahwa namaBandung diambil dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandungyang digunakan oleh Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II, untuk melayari Ci Tarum dalam mencari tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di Dayeuhkolot.
      Berdasarkan filosofi Sunda, kata Bandung juga berasal dari kalimat Nga-Bandung-an Banda Indung, yang merupakan kalimat sakral dan luhur karena mengandung nilai ajaran Sunda. Nga-Bandung-an artinya menyaksikan atau bersaksi. Banda adalah segala sesuatu yang berada di alam hidup yaitu di bumi dan atmosfer, baik makhluk hidup maupun benda mati. Sinonim dari banda adalah harta. Indung berarti Ibu atau Bumi, disebut juga sebagai Ibu Pertiwi tempat Banda berada.
       Dari Bumi-lah semua dilahirkan ke alam hidup sebagai Banda. Segala sesuatu yang berada di alam hidup adalah Banda Indung, yaitu Bumi, air, tanah, api, tumbuhan, hewan, manusia dan segala isi perut bumi. Langit yang berada di luar atmosfir adalah tempat yang menyaksikan, Nu Nga-Bandung-an. Yang disebut sebagai Wasa atau SangHyang Wisesa, yang berkuasa di langit tanpa batas dan seluruh alam semesta termasuk Bumi. Jadi kata Bandung mempunyai nilai filosofis sebagai alam tempat segala makhluk hidup maupun benda mati yang lahir dan tinggal di Ibu Pertiwi yang keberadaanya disaksikan oleh yang Maha Kuasa.

Kondisi Geografis

Sumber: http://www.indotraveler.com/
     Kota Bandung berada pada ketinggian sekitar 791 meter di atas permukaan laut. Titik tertinggi ada di sebelah utara dengan ketinggian 1.050 meter dan titik terendah ada di sebelah selatan dengan ketinggian 675 meter. Kota Bandung diapit oleh punggung Gunung Tangkuban Perahu di bagian utara dan Gunung Malabar di bagian selatan yang membuat kota Bandung menjadi semacam cekungan. Wilayah sebelah utara kota Bandung relatif berbukit-bukit kecil dan di sebelah selatan merupakan daerah dataran. Wilayah kota Bandung dilewati oleh sungai Cikapundung yang mengalir dari utara ke selatan dan sungai Citarum yang mengalir dari selatan ke utara (Pemerintah Kota Bandung, 2004).
   Penduduk kota Bandung tahun 2000 adalah 2.136.260 jiwa, bertambah menjadi 2.374.198 jiwa pada tahun 2008 dan menjadi ± 2.420.146 jiwa pada tahun 2011. Perkembangan penduduk yang pesat menuntut penyediaan pemukiman dan sarana prasarana pendukungnya. Hal ini tidak mudah dipenuhi karena sebagian lahan di bagian utara merupakan wilayah resapan air, di bagian selatan merupakan daerah aliran sungai (DAS) Citarum dan di bagian timur merupakan rawa-rawa. Selain itu, kota Bandung juga menghadapi permasalahan lingkungan yang serius akibat per-kembangan kota yang mengutamakan kegiatan ekonomi (Pemerintah Kota Bandung, 2004, 2009; Badan Pusat Statistik, 2009, 2012).


Perubahan dan perkembangan keruangan (spasial) di Kota Bandung dalam kurun waktu   2008-2012 

       

Sumber: Google Earth
Kota Bandung adalah kota yang mengalami perubahan fisik yang pesat. Penggunaan lahan terus mengalami perubahan dalam beberapa tahun terakhir, dengan kecenderungan penambahan pemukiman dan kawasan industri dan pengurangan lahan persawahan. Pemukiman baru lebih berkembang mengikuti jalan karena masyarakat lebih senang jika memiliki rumah atau bangunan dekat dengan jalan sehingga aksesibilitasnya menjadi mudah. Selain itu, rumah atau bangunan yang berada di sepanjang jalan akan lebih cocok untuk membuka usaha. Berdasarkan informasi yang kami peroleh di BPS Bandung, dapat dilakukakan analisi sebagai berikut :

1. Penggunaan Lahan Persawahan

Kota Bandung
        Pada tahun 2008, penggunaan lahan untuk persawahan masih cukup luas sekitar 1.727,00 Ha. Pada tahun 2009 sekitar 1.719 Ha atau berkurang 8 Ha dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 sekitar 1.474 Ha (8,81%) atau berkurang 245 Ha dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 sekitar 1.354 Ha (8.09%) atau berkurang 120 Ha dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena minat masyarakat pada tanah pertanian semakin meningkat untuk dijadikan sebagai tanah kosong yang nantinya digunakan untuk pemukiman, pertokoan maupun perindustrian.

2. Penggunaan Lahan Pekarangan dan Bangunan (Perumahan, Sekolah, Industri)
        Penggunaan lahan untuk persawahan terus mengalami penyempitan, namun berbeda sebaliknya dengan penggunaan lahan pekarangan dan bangunan seperti perumahan, sekolah, dan kawasan industri dari tahun ke tahun mengalami peningkatan luasan. Pada tahun 2008 lahan pekarangan dan bangunan sekitar 7.526,00 Ha. Pada tahun 2009 sekitar 7.538 Ha atau mengalami perluasan sebesar 12 Ha dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 sekitar 6.042,46 Ha (36,12%) atau mengalami penyempitan sebesar 1.495,54 Ha dari tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2011 sekitar 12.739 Ha (76,14%) atau mengalami perluasan sebesar 6.696,54 Ha dari tahun sebelumnya.

       Dari informasi yang telah diuraikan di atas dapat diindikasikan bahwa permintaan lahan di Kota Bandung mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat yang membeli lahan untuk kawasan pemukiman, pertokoan, maupun industri sehingga mengakibatkan terjadinya revitalisasi transportasi di Kota Bandung yang menjadikan aksesibilitas semakin dimudahkan. Hal ini terlihat semakin banyaknya pemukiman, petokoan dan industri di sebelah kiri jalan di Kota Bandung.


Kebijakan Penggunaan Lahan 

     Dalam RTRW Kota Bandung 2004-2013 dan RDTRW enam wilayah pengembangan, pengem-bangan RTH sampai tahun 2013 ditargetkan seluas 1.425 ha. Pada tahun 2003 kota Bandung hanya memiliki RTH 248 ha (1,48% dari luas wilayah kota Bandung) dan diharapkan bertam-bah seluas 1.425 ha sehingga menjadi 1.673 ha (10%) pada tahun 2013 (Pemerintah Kota Ban- dung, 2004, 2005, 2006a, 2006b, 2007a, 2007b & 2007c).
    Pengembangan RTH direncanakan pada kawasan lindung, kawasan pelestarian alam (KPA) dan kawasan perlindungan setempat (KPS). Pengembangan RTH pada kawasan lindung direncanakan melalui kegiatan:
a) pengukuhan kawasan lindung (penunjukan, penataan batas, pemetaan, penetapan dan penguasaan kawasan lindung)
b) rehabilitasi dan konservasi lahan di kawasan lindung. Sementara itu, pengembangan RTH pada kawasan KPA direncanakan melalui intensifikasi kawasan KPA.
     Lebih lanjut, pengembangan RTH pada KPS direncanakan dengan:
1) menambah jalur hijau di sepanjang jalan;
2) intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di sepanjang sempadan sungai dan saluran udara tegangan  tinggi;
3) intensifikasi dan eksten-sifikasi RTH di kawasan taman kota, dan pemakaman umum, serta di sekitar danau buatan dan mata air dan;
4) pembangunan RTH berbasis demografi dalam bentuk taman lingkungan (taman dan hutan kota) di pusat-pusat pemukiman seluas 2,3 m2 per penduduk dengan rincian sebagai berikut:
  1. Taman lingkungan RT untuk 250 penduduk dengan luas 250 m2, atau dengan standar 1 m2  per penduduk. 
  2. Taman lingkungan RW untuk 2.500 penduduk dengan luas 1.250 m2, atau dengan standar 0,5 m2 per penduduk. 
  3. Taman skala kelurahan untuk 25.000-30.000 penduduk dengan luas 9.000 m2, atau dengan standar 0,3 m2 per penduduk. 
  4. Taman skala kecamatan untuk 120.000 pen-duduk dengan luas 24.000 m2, atau dengan standar 0,2 m2 per penduduk. 
  5. Taman skala WP untuk 480.000 penduduk de-ngan luas 12,4 ha, atau dengan standar 0,3 m2 per penduduk. 
      Rencana pengembangan RTH taman ling-kungan pada tahun 2004-2013 adalah sebanyak 2.858 RTH dan seluas 127,25 ha (Tabel 2 dan Tabel 3). Dengan demikian, rencana pengem-bangan RTH taman lingkungan sampai tahun 2011 adalah sekitar 2.286 RTH seluas 101,80 ha, dengan luas rata-rata 445 m2 per RTH. Jika pengembangan RTH taman lingkungan berjalan sesuai rencana maka pada tahun 2011 akan tersedia RTH taman lingkungan seluas 217,14 ha (115,34 ha + 101,80 ha) atau rata-rata 0,93 m2 per penduduk.

Kesimpulan       

          Dalam kurun waktu delapan tahun (2004-2011), rencana pengembangan 10 jenis RTH di Kota Bandung adalah seluas 1.854 ha, termasuk 101,80 ha RTH taman lingkungan berbasis demo-grafi seluas 101,80 ha, dengan luas rata-rata 0,93 m2 per penduduk. Dalam realisasi, RTH yang dikembangkan adalah seluas 1.663 ha, termasuk 101,04 ha RTH taman lingkungan yang tidak berbasis demografi, bervariasi mulai dari 0,05 m2 per penduduk di wilayah Tegallega sampai 2,58 m2 per penduduk di wilayah Ujungberung, dengan luas rata-rata 0,89 m2 per penduduk. Secara keseluruhan, Kota Bandung baru memiliki RTH seluas 1.911 ha (11,42% wilayah Kota Bandung) sehingga masih perlu dikembangkan RTH seluas 3.108 ha (18,58%) untuk memenuhi ketentuan penyediaan RTH sebesar 30%.

Saran

        Upaya meningkatkan RTH dalam luasan yang berarti dapat dilakukan dengan melanjutkan kegiatan penanaman pohon dan inventarisasi RTH pekarangan, meningkatkan dan memasuk-kan dana pengembangan RTH dalam anggaran khusus APBD dan melibatkan pemangku kepentingan dalam pengembangan RTH.

No comments: