HAL YANG DIBUTUHKAN
DALAM MENGEMBANGKAN TIAP GUNA LAHAN UNTUK PERENCANAAN
Ada beberapa jenis penggunaan lahan.
Secara garis besar, lahan kota terbagi menjadi lahan terbangun dan lahan tak
terbangun. Lahan Terbangun terdiri dari
dari perumahan, industri, perdagangan, jasa dan perkantoran. Sedangkan
lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan tak terbangun yang digunakan untuk
aktivitas kota (kuburan, rekreasi, transportasi, ruang terbuka) dan lahan tak
terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan, area perairan, produksi
dan penambangan sumber daya alam). Menurut Maurice Yeates, komponen penggunaan
lahan suatu wilayah terdiri atas (Yeates, 1980):
1.
Permukiman
Dalam Undang Undang Nomor 4
Tahun1992 tentang perumahan dan permukiman, dalam konsideran Undang Undang
tersebut menyebutkan bahwa dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang layak,
sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
dan merupakan faktor penting dalam meningkatkan harkat dan martabat, mutu
kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Perumahan harus
dilengkapi dengan fasilitas penunjang, baik yang meliputi aspek ekonomi (antara
lain : bangunan perniagaan atau perbelanjaan yang tidak mencemari lingkungan),
maupun aspek sosial budaya (antara lain : bangunan pelayanan umum dan
pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olahraga,
pemakaman dan pertamanan). (Jarot E. Sulistyo, 2004; 1). Untuk mencapai ini
semua, maka sasaran dan arah kebijakan pembangunan perumahan permukiman
meliputi kegiatan pokok melalui 2 (dua) program, yaitu : program pengembangan
perumahan dan permukiman serta program pemberdayaan komunitas perumahan. (RPJMN,
2004 – 2009; 453)
Untuk mendukung
pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan yang brewawasan lingkungan,
penataan ruang (UU Penataan Ruang dan UU Perumahan dan Permukiman) perlu
ditaati dan kemampuan Pemerintah Daerah Tingkat II ditingkatkan. (Komarudin,
1997; 286 – 287).
2.
Industri
Pengembangan kawasan
merupakan salah satu upaya dalam rangka pembangunan wilayah atau daerah dan
sumber daya (alam, manusia, buatan dan teknologi) secara optimal, efisien, dan
efektif. Pengembangan kawasan industri sebagaimana yang diatur dalam Peraturan
Menteri Perndustrian Nomor 35 tahun 2010, maka perlu memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
- a. Kesesuaian Tata Ruang, pemilihan, penetapan dan penggunaan lahan untuk kawasan industri harus sesuai dan mengacu kepada ketentuan yang ditetapkan oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, Rencana Tata Ruang Wilaya-Provinsi”, maupun Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Kesesuaian tata ruang merupakan landasan pokok bagi pengembangan kawasan industri yang akan menjamin kepastian pelaksanaan pembangunannya.
- b. Ketersediaan Prasarana dan Sarana Pengembangan suatu kawasan industri mempersyaratkan dukungan ketersediaan prasarana dan sarana yang memadai. Oleh karena itu, dalam upaya mengembangkan suatu kawasan industri perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang terkait dengan penyediaan prasarana dan sarana, seperti :
- c. Tersedianya akses jalan yang dapat memenuhi kelancaran arus transportasi kegiatan industri;
- d. Tersedianya energi (gas, listrik) yang mampu memenuhi kebutuhan kegiatan industri baik dalam hal ketersediaan, kualitas, kuantitas dan kepastian pasokan;
- e. Tersedianya sumber air sebagai air baku industri baik yang bersumber dari air permukaan, PDAM, air tanah dalam; dengan prioritas utama yang berasal dari air permukaan yang dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri (Water Treatment Plant);
- f. Tersedianya sistem dan jaringan telekomunikasi untuk kebutuhan telepon dan komunikasi data;
- g. Tersedianya fasilitas penunjang lainnya seperti kantor pengelola, unit pemadam kebakaran, bank, kantor pos, poliklinik, kantin, sarana ibadah, perumahan karyawan industri, pos keamanan, sarana olahraga/ kesegaran jasmani, halte angkutan umum, dan sarana penunjang lainnya sesuai dengan kebutuhan.
3.
Komersial
Untuk pengembangan
wilayah komersial sendiri, hal yang dibutuhkan tidak berbeda dengan kawasan industry.
Mengingat kawasan Komersial ditujukan sebagai kawasan perdagangan, yaitu:
- a Peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung disesuaikan dengan kebutuhan konsumen;
- b. Jenis-jenis bangunan yang diperbolehkan antara lain:
·
bangunan usaha
perdagangan (eceran dan grosir): toko, warung, tempat perkulakan, pertokoan,
dan sebagainya;
·
bangunan
penginapan: hotel, guest house, motel, dan penginapan lainnya;
·
bangunan
tempat pertemuan: aula, tempat konferensi;
·
bangunan
pariwisata/rekreasi (di ruang tertutup): bioskop, area bermain.
4.
Ruang Publik
Pengertian ruang
publik secara singkat merupakan suatu ruang yang berfungsi untuk
kegiatan-kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya.
Sikap dan perilaku manusia yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi juga
berpengaruh terhadap tipologi ruang kota yang direncanakan. Tipologi ruang
publik dalam perkembangannya memiliki banyak variasi tipe dan karakter antara
lain taman umum (public parks), lapangan dan plasa (squares and plazas), ruang
peringatan (memorial space), pasar (markets), jalan (streets), tempat bermain
(playground), jalan hijau dan jalan taman (green ways and parkways),
atrium/pasar didalam ruang (atriumlindoor market place), pasar/pusat perbelanjaan
di pusat kota (market place/ downtown shopping center), ruang dilingkungan
rumah (found/neighborhood spaces) waterfront.
Hal inilah yang perlu
dipikirkan adanya metode kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan
masyarakat; masih banyak ruang-ruang publik kota yang belum digarap secara
optimal; ruang terbuka publik di Indonesia masih belum banyak yang memikirkan
tentang aksesibilitas bagi orang-orang cacat atau orang-orang yang memiliki
kemampuan yang berbeda (difable). Perancangan ruang publik harus dilihat
aspek-aspek yang terkait antara lain: aktivitas dan fungsi campuran, ruang publik
yang hidup (lifely), pedestrian yang ramah dan humanis, ruang-ruang yang
berskala manusia dan memiliki aksesibilitas yang baik, struktur kota yang jelas
dan berkarakter, kerapian, aman dan nyaman, memiliki visual yang baik disetiap
sudut kotanya. Pengelolaan yang baik seyogyanya dapat berinteraksi pemerintah
kota, masyarakat dan swasta. Dengan memperhatikan aspek-aspek diatas diharapkan
kualitas ruang publik yang dirancang akan lebih baik dan berkesinambungan.